SEBAGAI HADIAH MALAIKAT MENANYAKAN, APAKAH KAMI INGIN BERJALAN DI ATAS MEGA. DAN KAMI MENOLAK, KARENA KAKI KAMI MASIH DI BUMI SAMPAI PENYAKIT TERAKHIR DISEMBUHKAN, SAMPAI KAUM DHU`AFA DAN MUSTAD`AFIN DIANGKAT TUHAN DARI PENDERITAANNYA
"dari kalian nanti akan ada yang jadi dokter, meester, insinyur, tetapi kembalilah kepada Muhammadiyah" (KH. Ahmad Dahlan)

Kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai bagian dari Angkatan Muda Muhammadiyah yang merupakan Organisasi Otonom dibawah naungan persyarikatan Muhammadiyah, sesungguhnya didasari oleh

dua faktor integral yang melandasinya. Kedua faktor tersebut yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor – faktor yang terdapat dalam diri muhammadiyah itu sendiri, sedangkan faktor eskternal adalah faktor – faktor yang terdapat di luar muhammadiyah, khususnya umat islam di indonesia dan pada umumnya adalah seluruh umat dunia.
FAKTOR INTERNAL

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi yang mempunyai cita - cita untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam, sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT (AD Muhammadiyah Bab II Pasal 3). Dengan merefleksikan cita – cita tersebut, maka muhammadiyah mau tidak mau harus bersinggungan dengan masyarakat, dan salah satu bagian dari masyarakat adalah masyarakat mahasiswa.Bentuk – bentuk persinggungan Muhammadiyah dengan Masyarakat kampus tidak bisa disamakan dengan persinggungan Muhammadiyah dengan Masyarakat yang lainnya yaitu dengan cara terjun langsung mendakwahi masyarakat tersebut, karena Masyarakat Mahasiswa sendiri adalah golongan orang – orang yang terpelajar, terdidik, labil dan dalam tahap pencarian jati diri. Oleh karena pendekatan yang dipilih muhammadiyah adalah dengan menyediakan sesuatu yang memungkinkan menarik animo dan simpati mahasiswa untuk memakai fasilitas yang sudah disediakan salah satunya adalah organisasi.

Dengan latar belakang itulah semangat untuk mewadahi dan membina mahasiswa dari kalangan uhammadiyah pun dimulai. Semangat tersebut diperkuat dengan adanya keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah pada Kongres Seperempat Abad Muhammadiyah di Betawi Jakarta pada tahun 1936. Pada saat itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1934-1937).
FAKTOR EKSTERNAL

Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara lain ialah sebagai berikut :
  1. Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal, serta adanya ancaman komunisme di Indonesia. 
  2. Terpecah-belahnya umat Islam dalam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politik ummat Islam yang semakin buruk.
  3. Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis.
  4. Melemahnya kehidupan beragama dalam bentukmerosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme individualisme.
  5. Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana kehidupan kampus yang sekuler.
  6. Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan.
  7. Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid'ah, khurafat, bahkan ke-syirik-an, serta semakin meningkatnya misionaris-Kristenisasi.
  8. Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk.
 
KELAHIRAN IMM : Sebuah Pergulatan Panjang di Muhammadiyah

Walaupun gagasan dan semangat untuk menghimpun dan membina mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah sudah tumbuh tetapi gagasan ini cenderung terabaikan, lantaran Muhammadiyah sendiri belum memiliki perguruan tinggi dan saat itu jumlah mahasiswa yang ada di lingkungan Muhammadiyah belum terlalu banyak sehingga pembinaan kader mahasiswa Muhammadiyah dilakukan melalui Pemuda Muhammadiyah untuk mahasiswa putera dan Nasyi'atul Aisyiyah untuk mahasiswa puteri. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hal, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan, sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bisa diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah. Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di kalangan Muhammadiyah dan gerakan mahasiswa yang lain. Dari kalangan Muhammadiyah sendiri muncul anggapan bahwa IMM belum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.

Di samping itu, penolakan terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat dilihat ketika Lafrane Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokoh Muhammadiyah), dan beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan) yang juga seorang aktifis di Nasyi'atul Aisyiyah. Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi kelahiran IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan mahasiswa Muhammadiyah bisa dititipkan melalui HMI yang dianggap mempunyai pandangan ideologis yang sama.

Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah. Pertama, pada tahun itu (1956) Muhammadiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan melepaskan diri dari komitmen politik partai Masyumi, ini berarti Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI. Ketiga, perguruan tinggi Muhammadiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang tentang "..... menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah." Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) diselenggarakan Kongres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah di Yogyakarta. Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedangkan ide pembentukannya dari Djazman al-Kindi (UGM, Drs.).Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris

Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM.
 
Dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta. Tiga bulan setelah penjajagan tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah meresmikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tanggal 29 Syawal 1384 Hijriyah atau 14 Maret 1964 Miladiyah. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan ‘Enam Penegasan IMM' oleh KH.A. Badawi, yaitu :
  1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam 
  2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM.
  3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah.
  4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang - undang, peraturan, serta dasar dan falsafah Negara .
  5. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah.
  6. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta'ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat

Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah untuk pertama kalinya ialah membentuk akademisi Islam dalam rangka melaksanakan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan aktifitas IMM pada awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan pengkaderan, sehingga seringkali IMM pada awal kelahirannya disebut sebagai Kelompok Pengajian Mahasiswa Yogya (Farid Fathoni, 1990: 102).

Adapun maksud didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa. 
  2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam.
  3. Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah.
  4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal. usaha Muhammadiyah
  5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan
 
Dengan berdirinya IMM Lokal Yogyakarta, maka berdiri pulalah IMM lokal di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung, Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, Padang, Tuban, Sukabumi, Banjarmasin, dan lain-lain. Dengan demikian, mengingat semakin besarnya arus perkembangan IMM di hampir seluruh kota-kota universitas, maka dipandang perlu untuk meningkatkan IMM dari organisasi di tingkat lokal menjadi organisasi yang berskala nasional dan mempunyai struktur vertikal. Atas prakarsa Pimpinan IMM Yogyakarta, maka bersamaan dengan Musyawarah IMM se-Daerah Yogyakarta pada tanggal 11 – 13 Desember 1964 diselenggarakan Musyawarah Nasional Pendahuluan IMM seluruh Indonesia yang dihadiri oleh hamper seluruh Pimpinan IMM Lokal dari berbagai kota. Musyawarah Nasional tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada bulan April atau Mei 1965. Musyawarah Nasional Pendahuluan tersebut menyepakati penunjukan Pimpinan IMM Yogyakarta sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara IMM (dengan Djazman al-Kindi sebagai Ketua dan Rosyad Saleh sebagai Sekretaris) sampai diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama di Solo.

Itulah sekilas kelahiran IMM yang diwarnai berbagai pergulatan. Yang dengan pergulatan – pergulatan tersebut mampu menempa dan mejadikan IMM baik secara organisasi maupun personal kader untuk menjadi pelopor yang mampu menjawab tantangan untuk mewujudkan cita – cita muhammadiyah.

EVENT

MUSYAWARAH KERJA
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH FAKULTAS FARMASI PERIODE 2010/2011


Sabtu & Ahad
4 & 5 Maret 2011
13.00 - 18.00 & 09.00 - Selesai
Ruang 204 Kampus III UAD & Wisma Damar

UP-GRADING
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH FAKULTAS FARMASI PERIODE 2010/2011


Jum'at
4 Maret 2011
13.00 - 18.00
Ruang 303 Kampus III UAD

PELANTIKAN PIMPINAN KOMISARIT IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH FAKULTAS FARMASI PERIODE 2010/2011


Sabtu
5 Februari 2011
16.00
Ruang 203 UAD

FROM ADMIN

Bagi teman - teman yang ingin menyumbangkan tulisan ke dalam blog ini dapat mengirimkannya ke immfarmasiuad@ymail.com.
TERIMA KASIH

Blog Archive